Sunday, February 24, 2013

Langit yang Bersiklus dan Bumi yang Patah

Pemilihan kata, sebagaimana yang dikatakan dalam postingan-postingan sebelumnya, selalu menjadi salah satu bukti argumen yang menjadikan Al-Qur'an benar datangnya dari Allah. Mengapa? Karena suatu kitab suci tidak boleh bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan hukum alam pun datangnya dari Allah, sehingga suatu kitab suci tidak boleh bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini membuat suatu kitab suci, ketika menjelaskan mengenai alam, harus dapat diterima oleh manusia dimana ketika diturunkan, maupun oleh manusia dimasa sekarang. Al-Qur'an bukanlah kitab ilmu pengetahuan, akan tetapi Al-Qur'an adalah kitab yang menjelaskan, kitab tanda-tanda/ayat-ayat. Dalam hal ini, pemilihan kata menjadi kekuatan Al-Qur'an. Sesuatu yang ditafsirkan berbeda oleh orang-orang dimasa lalu tetap tidak bertentangan dengan penafsiran arti literalnya dimasa sekarang dimasa ilmu pengetahuan berhasil membuktikannya.

Salah satu contohnya adalah yang dinyatakan Al-Qur'an dalam surah Ath-Thaariq (86) ayat 11 dan 12 dimana dalam kedua ayat ini Allah bersumpah demi langit dan bumi, yang terjemahan bahasa Indonesianya adalah sebagai berikut :
[86:11] Demi langit yang mengandung hujan (wal-samaa-i dzaati l-raj'i)
[86:12] dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan (wal-ardhi dzaati l-shad'i)

Langit yang mengembalikan

Surah Ath-Thaariq ayat 11 memiliki arti literal atau kata per kata "Demi langit yang mengembalikan". Ayat ini di tafsirkan oleh berbagai ahli tafsir dengan "langit yang mengandung hujan", seperti yang ditafsirkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Mengapa demikian ? Karena tafsir seperti itu yang paling mendekati atau masuk di akal di zaman dulu. Walaupun arti sebenarnya dari  "wal-samaa-i dzaati l-raj'i" adalah "demi langit yang mengembalikan", tapi mengembalikan apa ? Apa yang diketahui oleh orang-orang di jaman dahulu ketika awal-awal Islam terutama ketika ayat ini diturunkan, pengertian yang paling memungkinkan adalah "langit yang mengadung dan memberikan hujan". Bahkan konsep air hujan yang dikandung awan sebenarnya berasal dari air yang ada di laut dan daratan juga belum di pahami oleh mereka.

Pertanyaannya, jika memang "wal-samaa-i dzaati l-raj'i" dimaksudkan sebagai "demi langit yang mengandung/memberikan hujan", kenapa Allah tidak langsung menyatakan demikian ? Mengapa harus "demi langit yang mengembalikan (wal-samaa-i dzaati l-raj'i)" ? Apalagi disini mengandung sumpah Allah, yang berarti samaa-i dzzati l-raj'i adalah sesuatu hal yang besar, berarti yang dimaksud disini tentu lebih dari sekedar "langit yang mengandung hujan". Berarti kita harus kembali kepada arti literalnya, yaitu langit yang mengembalikan. Raj'i sendiri menurut Arabic-English Lane's Lexicon halaman 1088 menyatakan salah satu artinya adalah mengembalikan, kembali kepada keadaan semula, atau dengan kata lain siklus.



Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam postingan "Bumi Tercipta Lebih Dulu Daripada Langit, Sebuah Pernyataan Al-Qur'an (klik disini untuk baca)" dari sudut pandangan manusia di bumi, terlebih lagi pandangan manusia pada masa Al-Qur'an diturunkan : awan, atmosfir, matahari, bulan, bintang, semuanya berada di "langit", sehingga terkadang Al-Qur'an menggunakan kata "dari langit Kami turunkan air", atau "rezeki dari langit", atau "air dari langit", karena semuanya berada dalam lingkup langit pertama. Pada saat itu belum dibedakan istilah "angkasa" dan "luar angkasa". Dengan berpatokan dari definisi ini, mari kita jabarkan beberapa fungsi "langit" yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan saat ini :
  • Di langit terdapat awan yang mengandung hujan. Hal ini dijelaskan pula di dalam Al-Qur'an, yang telah dibahas dalam postingan "Terjadinya Hujan dan Petir : Saat Al-Qur'an dan Ilmu Diadu (klik disini untuk baca)", bahwa Al-Qur'an menjelaskan bahwa awan yang ada terbentuk dari hasil penguapan dan kondensasi uap air yang sebagian besar berasal dari laut. Air laut yang tadinya asin, ketika berkondensasi dan membentuk awar menjadi tawar. Kemudian awan ini dengan bantuan angin "dikawinkan" dengan partikel-partikel garam dan debu yang ada, sehingga akhirnya mengembalikan kembali air yang diambil dari bumi kembali ke bumi sebagai hujan.
  • Dari postingan "Benarkah Al-Qur'an Berkata Matahari Tidak Menyebabkan Siang ? (klik disini untuk baca)" telah dibahas bagaimana atmosfir bumi (yang berada di "langit") memfilter dan menyebarkan cahaya matahari. Gelombang-gelombang cahaya yang membahayakan bagi kehidupan di bumi di tahan dan dipantulkan oleh lapisan yang dinamakan lapisan ozon. Dalam hal ini langit mengembalikan gelombang-gelombang cahaya berbahaya yang berasal dari langit itu sendiri. Ini adalah salah satu fungsi atmosfir di langit sebagaimana yang dikatakan Al-Qur'an sebagai "atap" (Q,S 2:22, 40:64, 52:5) dan lebih lanjut dikatakan sebagai "atap yang terpelihara" atau "atap yang melindungi" (safqan mahfuutzan) sebagaimana yang dikatakanoleh Al-Quran surah Al-Anbiyaa (21) ayat 32 :
[21:32] Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.
Langit yang sebagai atap yang melindungi ini adalah atmosfer bumi. Mengapa Al-Qur'an tidak mengatakan saja "atmosfer", sehingga bisa di bedakan antara "langit atmosfer" dan "luar angkasa" ? Karena pada zaman dahulu, terutama ketika ayat ini diturunkan, jangankan "atmosfer", pembedaan antara "langit angkasa" dan "luar angkasa" saja belum ada. Yang diketahui pada saat itu adalah "langit", sehingga Al-Qur'an menggunakan istilah ini, agar dapat dimengerti oleh orang-orang pada saat ayat ini diturunkan dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, karena baik Al-Qur'an maupun ilmu pengetahuan sama-sama diturunkan oleh Allah.  Fungsi-fungsi lain atmosfir sebagai "atap" selain memfilter gelombang-gelombang cahaya yang berbahaya yang akan memasuki bumi antara lain :
  1. Memelihara bumi dari suhu dingin ekstrim luar angkasa dan juga menjaga suhu panas bumi, sehingga bumi memiliki suhu yang mampu ditempati oleh makhluk hidup, terutama manusia.
  2. Melindungi bumi dari benda-benda langit yang mendekati dan menuju bumi, seperti meteor.
  3. Melindungi bumi dari radiasi gelombang-gelombang magnetik yang berasal dari matahari dan bintang-bintang lain .
  • Atmosfer bumi, dalam hal ini lapisan ionosfer (salah satu lapisan teratas atmosfer) memantulkan gelombang radio yang di pancarkan (di broadcast) dari tempat tertentu di permukaan bumi, sehingga dapat di sebarkan dan di terima oleh penerima di bagian bumi yang lain dalam jarak yang jauh.
  • Adanya gravitasi antara matahari dan benda-benda langit yang mengelilinginya menciptakan jalur rotasi dan orbit bagi setiap benda langit yang mengelilingi matahari. Dalam postingan "Nabi Berkata di Dalam Hadis Bahwa Matahari Mengelilingi Bumi ? (klik disini untuk baca)" disebutkan bahwa Bumi berotasi dari barat ke timur dikarenakan matahari berotasi dari barat ke timur, berlawanan arah jarum jam (dilihat dari kutub utara matahari). Rotasi matahari dari barat ke timur dan gaya gravitasi matahari menyebabkan planet-planet disekililingnya berevolusi mengelilingi matahari dengan arah yang sama dan berotasi dengan arah yang sama pula, kecuali Venus dan Uranus yang berotasi dari timur ke barat karena memiliki axial tilt lebih dari 90 derajat (sesuai dengan kaidah tangan kanan). Namun kesemuanya memiliki orbit mengelilingi matahari searah dengan arah rotasi matahari. Hal ini menyebabkan Bumi dan dan benda-benda langit lain pun memiliki siklus, siklus rotasi siang dan malam dan siklus tahun (kala revolusi). Bukan hanya itu, interaksi matahari dengan seluruh benda langit lain termasuk bintang-bintang yang ada baik di galaksi yang sama maupun di galaksi yang lain membentuk gaya yang menghasilkan siklus dan keseimbangan yang sempurna. Dalam hal ini, "langit yang memiliki siklus" terjadi, membuat adanya keadaan "kembali kepada keadaan semula".

Bumi yang patah

Selanjutnya surah Ath-Thaariq ayat 12 yang memiliki arti secara literal "Demi bumi yang patah" atau "Demi bumi yang memiliki patahan". Ayat ini oleh orang-orang jaman dahulu ditafsirkan memiliki arti "demi bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan", sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Padahal shad'i pada kalimat wal-ardhi dzaati l-shad'i berarti patah atau di pisahkan dengan keras, atau terpecah belah, sebagaimana yang digunakan pada surah Al-Hasyr (59) ayat 21 :
[59:21] Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah (mutashaddi'an) disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.

Mengapa orang-orang jaman dulu menafsirkan al-ardhi dzaati l-shad'i sebagai "bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan" ? Karena itulah konsep yang masuk di akal bagi mereka pada saat itu, terlepas dari arti literal (arti sebenarnya) dari ayat tersebut. Konsep "bumi yang patah" tidak masuk akal bagi mereka sehingga ditafsirkan sebagai "bumi yang mengeluarkan tumbuh-tumbuhan". Namun sekali lagi, ketika Allah bersumpah demi sesuatu, pastilah ada sesuatu yang besar dibaliknya, dan oleh karena itu membawa kita kembali kepada arti literal dari ayat tersebut. Bagi umat Islam, Al-Qur'an yang ada pada kita terjaga dalam redaksi asli persis sama dengan pada saat ayat-ayatnya diturunkan 14 abad yang lalu, bukan dalam bentuk tafsir maupun terjemahan, sehingga ketika mencoba untuk memahami lebih lanjut mengenai kandungan suatu ayat, kita bisa mengembalikannya ke redaksi sebenarnya, kata per kata.

Diambil dari link http://www.lpi.usra.edu/education/explore/shaping_the_planets/tectonism.shtml, Ilmu pengetahuan saat ini, dimulai pada dekade awal abad ke-20, mengetahui adanya konsep patahan atau lempengan bumi atau lempengan tektonik. Bumi memiliki karakteristik di bandingkan planet-planet lainnya dimana permukaan (litosfer) terbagi ke dalam beberapa lempengan yang keras. Lempengan-lempengan ini bergerak, yang mana dalam beberapa kasus, mereka bergerak menuju satu sama lain, dan dalam kasus yang lain, lempengan-lempengan ini bergerak beriringan.



Lempengan-lempengan tektonik yang saling menjauhi satu sama lain membentuk ada yang dinamakan batas divergen (divergent boundary) dimana aliran magma akan mengisi ruang yang kosong akibat lempengan yang saling menjauh ini. Sebaliknya, dua lempengan tektonik yang bertabrakan, akan membentuk apa yang dinamakan margin konvergen (convergent margin). Dalam beberapa kasus, lempengan tersebut dapat menabrak dan akhirnya bergerak di bawah lempengan lain, mengasilkan proses yang dinamakan subduction. Gempa tektonik sering terjadi di daerah yang mengalami subduction ini, bahkan dalam beberapa kasus dapat menghasilkan apa yang dinamakan gempa vulkanik dimana magma keluar ke permukaan bumi sebagai volkano. Gugusan gunung vulkanik menandai batas antara lempengan tektonik ini. Tabrakan antar lempengan tektonik ini membentu gunung dan pegunungan yang besar, contohnya pegunungan Rocky dan Himalaya.




Di surah an-Naml ayat 88 Allah berfirman :
[27:88] Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Al-Qur'an 14 abad yang lalu menyatakan bahwa gunung-gunung itu sebenarnya tidaklah diam, akan tetapi bergerak. Sebagaimana yang telah di bahas pada postingan "Matahari dan Bulan Mengelilingi Bumi Menurut Al-Qur'an ? (klik disini untuk baca)", gunung-gunung dihasilkan oleh lempengan-lempengan tektonik bumi, yang mana lempengan-lempengan itu terus bergerak sepanjang waktu, disamping gunung-gunung tersebut ikut bergerak bersama bumi akibat adanya rotasi bumi. Proses pergerakan dan subduction merupakan salah satu cara bagi bumi untuk menjaga kestabilannya, sehingga permukaan bumi tetap dapat di huni oleh makhluk hidup.

Adanya lempengan-lempengan bumi ini membuat bumi dikatakan di dalam Al-Qur'an sebagai "wal-ardhi dzaati l-shad'i" -- Demi bumi yang (memiliki) patahan/lempengan. Langit yang mengembalikan dan memiliki siklus serta bumi yang memiliki patahan, dua pernyataan yang dikemukakan Al-Qur'an 14 abad yang lalu, mampu diterima oleh orang-orang di jamannya dan dapat dibuktikan serta tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan saat ini. Pada akhirnya, ilmu pengetahuanlah yang akan membuktikan bahwa Al-Qur'an adalah benar datangnya dari Allah.
[29:43] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya
(dari berbagai sumber)
Narrated Abu Huraira:
I heard Allah's Apostle saying, "I have been sent with Jawami al-Kalim (i.e., the shortest expression carrying the widest meanings), and I was made victorious with awe (caste into the hearts of the enemy), and while I was sleeping, the keys of the treasures of the earth were brought to me and were put in my hand." Muhammad said, Jawami'-al-Kalim means that Allah expresses in one or two statements or thereabouts the numerous matters that used to be written in the books revealed before (the coming of) the Prophet .
(Translation of Sahih Bukhari, Volume 9, Book 87, Number 141)
untuk melihat dan mencari ayat-ayat Quran dapat melalui http://www.quranplus.com/
panduan kata per kata dapat menggunakan http://corpus.quran.com/wordbyword.jsp
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...