Thursday, February 28, 2013

Islam dan Gerhana

Jika pada masa sekarang gerhana merupakan suatu fenomena alam yang tergolong biasa, meskipun menakjubkan, baik gerhana matahari maupun bulan, dan asal terjadinya telah diketahui oleh semua orang, kenyataan yang berbeda terjadi di masa dahulu disaat ilmu pengetahuan belum berkembang. Gerhana sering dikaitkan dengan berbagai kekuatan supernatural dan mistis. Ada kepercayaan yang mengaitkan gerhana dengan kelahiran seseorang yang agung ataupun kematian seseorang yang penting, ada pula yang mempercayai terjadinya gerhana akan membawa kekuatan jahat tertentu dan beberapa kepercayaan mempercayai mitos mengenai bulan ataupun matahari yang dimakan dan ditelan oleh hewan-hewan buas mistis untuk beberapa saat.

Islam hadir ditengah-tengah masyarakat yang mempercayai hal semacam itu. Masyarakat Arab Quraish saat itu mempercayai gerhana terjadi karena kelahiran atau kematian seseorang yang penting. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah yang Islam katakan mengenai gerhana ? Adakah di dalam Al-Qur'an maupun Hadist yang mengatakan mengenai gerhana, yang tidak bertentangan dengan apa yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan dimasa kini ? Padahal Islam hadir ditengah-tengah masyarakat yang percaya akan adanya fenomena supernatural di balik terjadinya gerhana.

Di dalam Al-Qur'an sendiri tidak menyebutkan secara eksplisit atau tersurat mengenai gerhana. Namun Allah di dalam Al-Qur'an menegaskan bahwa baik matahari maupun bulan adalah ciptaan Allah, yang kedua-duanya tunduk kepada perintah Allah. Hal ini menepis segala kepercayaan akan adanya hal-hal mistis dan supernatural dalam segala hal yang terjadi pada matahari dan bulan, yang dapat menjerumuskan manusia untuk percaya dan menyembah kepada selain Allah.
[Q.S 22:18] Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? ...

[Q.S 41:37] Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.
Selain itu, pada masa nabi Muhammad SAW pernah terjadi gerhana matahari, dan gerhana matahari tersebut terjadi bertepatan dengan hari meninggalnya anak beliau, Ibrahim. Ketika itu, orang-orang mengait-ngaitkan terjadinya gerhana matahari tersebut akibat meninggalnya Ibrahin anak nabi Muhammad SAW. Kisah ini di riwayatkan dalam sahih Bukhari maupun sahih Muslim, dengan periwayat yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :
Diriwayatkan oleh Abu Masud : Rasulullah berkata "Tidaklah Matahari dan bulan mengalami gerhana akibat kematian dan kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya adalah tanda-tanda (kebesaran) Allah, maka shalatnya ketika kalian menyaksikannya" (HR Bukhari - Kitab Gerhana: Volume 2, buku-18 No. 165)

Diriwayatkan oleh Abu Musa : Saat itu terjadi kusuf (gerhana matahari) dan Nabi segera bangkit, takut bahwasanya itulah saatnya kiamat. Beliau pergi ke mesjid dan melakukan shalat dengan qiyam, rukuk dan sujud yang panjang yang tidak pernah kulihat beliau melakukan seperti itu sebelumnya. Setelah itu beliau (Rasulullah) berkata "Tanda-tanda yang diberikan Allah ini (gerhana) tidaklah terjadi akibat kelahiran maupun kematian seseorang. Akan tetapi Allah membuat hamba-hamba-Nya merasa takut dengan gerhana itu. Maka apabila kalian melihatnya, ingatlah Allah, serulah Dia dan mohonlah pengampunanNya" (HR Bukhari - Kitab Gerhana: Volume 2, buku-18 No.167, diriwayatkan pula oleh Muslim No. 1518 dengan redaksi "Allah menakut-nakuti hamba-Nya dengan gerhana itu")

Diriwayatkan oleh Al-Mughira bin Shu'ba : Pada hari meninggalnya Ibrahim (putra nabi Muhammad SAW), terjadi kusuf (gerhana matahari) dan orang-orang  berkata bahwa kusuf tersebut terjadi akibat meninggalnya Ibrahim (putra nabi Muhammad SAW). Rasulullah berkata "Matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Tidaklah terjadi gerhana karena kematian ataupun kelahiran seseorang. Apabila kalian menyaksikannya, maka serulah  Allah dan sholatlah sampai gerhana itu selesai" (HR Bukhari - Kitab Gerhana: Volume 2, buku-18 No.168)
Lihatlah bagaimana Nabi Muhammad SAW dengan tegas membantah adanya keterkaitan gerhana dengan hal-hal mistis dan supernatural. Beliau dengan tegas menyatakan bahwa gerhana tidak terjadi karena kematian maupun kelahiran seseorang, tidak pula akibat kematian Ibrahim putra beliau. Padahal sebagai seorang nabi dan rasul dan orang yang dipercayai masyarakat pada saat itu, meninggalnya putra beliau yang bertepatan dengan terjadinya gerhana bisa saja beliau jadikan sebagai kesempatan untuk menghubung-hubungkan sesuatu yang hebat, misalnya "matahari mengalami gerhana karena bersedih akan kematian putraku". Akan tetapi tidak, segala tindakan dan ucapan Nabi Muhammad SAW memperoleh tuntunan dari Allah, dan Nabi terlindungi dari berkata yang demikian.

Di dalam Al-Qur'an surah Al-Najm ayat 2-4 dikatakan :
[53:2] kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru,
[53:3] dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
[53:4] Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)
 Dan di dalam surah Saba' ayat 50 pun dikatakan :
[34:50] Katakanlah (hai Muhammad): "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudaratan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat".

Gerhana untuk menakut-nakuti

Selanjutnya muncul pertanyaan, menurut riwayat hadist di atas, yang mana diriwayatkan oleh Abu Musa, baik dari kitab Buhkari maupun Muslim, dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata bahwa gerhana diberikan Allah untuk menakut-nakuti hamba-Nya, bukankah hal tersebut terkesan mengada-ada dan tidak relevan lagi dimasa sekarang ? Padahal mayoritas ulama mempercayai bahwa hadist-hadist yang terdapat dalam kitab Bukhari dan Muslim pada umumnya sahih atau dapat diterima.

"Menakut-nakuti" dalam bahasa arabnya disini adalah khawf (dan turunannya), juga digunakan di 124 tempat di dalam Al-Qur'an. Namun mengapa dalam hadist di atas, gerhana dikatakan untuk menakut-nakuti ? "Menakut-nakuti" atau khawf  dalam hal ini memiliki arti peringatan akan terjadinya hal yang buruk, sebagaimana penggunaan khawf ini di dalam Al-Qur'an.
[Q.S 17:59] Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan sebagai peringatan (untuk menakuti/akan terjadi hal buruk - takhwifan)
Dari ayat di atas, diceritakan bagaimana Allah memberikan kepada kaum Tsamud unta betina yang lahir dari dalam batu sebagai salah satu tanda kebesaran Allah. Akan tetapi, tanda tersebut adalah tanda yang khawf (takhwifan), yaitu tanda kebesaran Allah yang dibarengi dengan peringatan, apabila mereka menganiaya unta betina itu, maka azab Allah akan turun kepada mereka. Dalam kenyataannya, kaum Tsamud mengabaikan peringatan itu sehingga azab Allah akhirnya turun kepada mereka.

Dalam kaitannya dengan gerhana, peringatan buruk apakah yang diberikan ? Di awal hadist tersebut telah disebutkan alasannya, yaitu ketakutan bahwa itulah saatnya terjadinya kiamat. Nabi diberitahu oleh Allah bahwa salah satu tanda-tanda kiamat adalah terjadinya gerhana. Sebagai manusia, bahkan Nabi sendiri pun tidak mengetahui persis kapan terjadinya kiamat, sehingga ketika terjadi gerhana yang diketahui oleh Nabi sebagai salah satu tanda-tanda kiamat nabi menganjurkan untuk bersegera berdoa, melakukan shalat dan memuji Allah sampai gerhana tersebut selesai, melakukan hal yang berguna secara agama, dibandingkan melakukan hal-hal yang tidak berguna ketika gerhana terjadi.

Gerhana, dalam islam, hanyalah merupakan fenomena alam biasa, namun dijadikan oleh Allah sebagai khawf atau peringatan, ketika kiamat terjadi, salah satu tanda-tanda yang muncul adalah terjadinya gerhana. Gerhana dalam Islam tidak memiliki aspek supernatural, tidak memiliki kekuatan magis apapun maupun tidak terjadi akibat adanya kelahiran atau kematian seseorang, karena kepercayaan seperti itu dapat membuat seseorang berpaling dari Allah, Tuhan yang Satu dan Maha Kuasa.

Selain itu terkait khawf yang berkaitan dengan gerhana, perlu dicermati adanya dari hadist di atas hal-hal sebagai berikut :
  1. Hadist di atas diriwayatkan terjadi pada saat adanya gerhana matahari (kusuf)
  2. Nabi Muhammad SAW menyebutkan dengan jelas bahwa matahari dan bulan, kedua-duanya adalah tanda-tanda dari Allah. Disini tersirat adalah perintah untuk mengobservasi. Sebagaimana yang telah di jelaskan di postingan sebelumnya, seperti "Matahari dan Bulan Mengelilingi Bumi Menurut Al-Qur'an (klik disini untuk baca)", dengan dijadikannya matahari dan bulan, serta terjadinya malam dan siang, semuanya terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang mau berpikir, mengobservasi dan menganalisa.
  3. Adanya perintah untuk segera berdoa dan shalat ketika terjadinya gerhana sampai gerhana tersebut selesai. Jika dari sisi aspek keagamaan, hal ini adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah yang paling tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya, sebagai khawf  yang tersirat kepada hamba-hamba-Nya akan efek samping dari gerhana tersebut.
Dimasa sekarang, diketahui bahwa saat terjadinya gerhana matahari, cahaya tampak dari matahari tertutup oleh bulan, akan tetapi gelombang-gelombang cahaya tak tampak, yang berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama ketika manusia memandang langsung ke arah matahari, tetap dipancarkan matahari dan sampai ke Bumi. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan mata sementara maupun permanen. NASA menuliskan di dalam http://eclipse.gsfc.nasa.gov/SEhelp/safety2.html :
It is never safe to look at a partial or annular eclipse, or the partial phases of a total solar eclipse, without the proper equipment and techniques. Even when 99% of the Sun's surface (the photosphere) is obscured during the partial phases of a solar eclipse, the remaining crescent Sun is still intense enough to cause a retinal burn, even though illumination levels are comparable to twilight [Chou, 1981, 1996; Marsh, 1982]. Failure to use proper observing methods may result in permanent eye damage or severe visual loss. This can have important adverse effects on career choices and earning potential, since it has been shown that most individuals who sustain eclipse-related eye injuries are children and young adults [Penner and McNair, 1966; Chou and Krailo, 1981].
Jadi, mengapa Allah melalui Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk melakukan shalat ketika terjadi gerhana ? Untuk menghindarkan hamba-hamba-Nya dari radiasi sinar tak tampak dari matahari seperti sinar ultraviolet. Semuanya demi kebaikan dunia dan akhirat hamba-hamba-Nya, terhindar dari radiasi ketika memandang secara langsung gerhana dan kebaikan di akhirat. Apalagi dimasa Nabi Muhammad SAW, belum terdapat alat untuk memandang gerhana secara aman. Jika nabi Muhammad SAW di ilhamkan Allah untuk mengatakan "jika terjadi gerhana, janganlah memandang langsung karena adanya radiasi sinar ultraviolet matahari", misalnya, hal tersebut tentu saja tidak akan dimengerti oleh masayrakat pada masa itu.

Allah memilihkan perkataan yang akan diucapkan Nabinya, sehingga mampu diterima pada masa tersebut dan juga membawa kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.


Terjadinya gerhana matahari menurut Al-Qur'an

Jika radiasi sinar-sinar tak tampak yang dapat berakibat buruk bagi mata manusia ketika memandang langsung kepada gerhana matahari adalah khawf yang tersirat, maka dari hadist di atas khawf yang tersurat adalah gerhana matahari sebagai salah satu tanda-tanda kiamat. Menurut hadist yang diriwayatkan dari Abu Musa di atas, tersirat Nabi Muhammad SAW bergegas ke masjid untuk melaksanakan shalat ketika gerhana berlangsung karena merasa takut kalau-kalau gerhana kali itu adalah gerhana terakhir dan kiamat pun terjadi.

Sekarang mari kita lihat salah satu ayat Al-Qur'an yang menjelaskan mengenai kiamat, yaitu surah Al-Qiyaamah ayat 6-9 :
[Q.S 75:6] Ia (manusia) bertanya: "bilakah hari kiamat itu?"
[Q.S 75:7] Maka apabila mata terbelalak (ketakutan),

[Q.S 75:8] dan apabila bulan hilang cahayanya, (wakhasafa l-qamaru)
[Q.S 75:9] dan matahari dan bulan dikumpulkan, (wajumi'a syamsu walqamaru)
Keempat ayat diatas menjelaskan salah satu tanda-tanda kiamat, berhubungan dengan matahari dan bulan, yang jika dikaitkan dengan hadist di atas seharusnya menjelaskan mengenai gerhana matahari. Perhatikan ayat 8 dan 9 dari surah Al-Qiyaamah di atas. Pada ayat 8 dikatakan "wakhasafa l-qamaru". Khasafa secara literal dapat berarti ditelan atau dihilangkan. Dan pada ayat 9 dikatakan "wajumi'a syamsu walqamaru", yang secara literal kata per kata berarti "dan dikumpulkan matahari dan bulan".

Apabila di ayat ke-6 adalah pertanyaan "bilakah hari kiamat itu ?" maka ayat ke7-9 merupakan jawaban dari pertanyaan tersebut, dan dapat diasumsikan semua kejadian 7-9 terjadi dalam satu hari, yaitu hari disaat kiamat terjadi. Terkait dengan hadist di atas, dapat disimpulkan Al-Qiyaamah ayat 8-9 ingin menjelaskan mengenai dua kejadian yang terlihat dari bumi ketika gerhana matahari terjadi, yaitu :
  1. Di salah satu bagian bumi yang membelakangi matahari akan mengalami bulan mati (karena pada saat itu posisi bulan sejajar diantara matahari dan bumi), yang dijelaskan pada ayat 8, yaitu ditelan atau hilangnya bulan (beberapa terjemahan menafsirkannya dengan menjadikan gelap, karena bulan menjadi tidak terlihat), '
  2. Di bagian bumi yang lain yang menghadap kepada matahari terlihat matahari dan bulan dikumpulkan, yaitu suatu posisi yang terjadi pada saat gerhana matahari dimana matahari, bulan dan bumi sejajar (dengan bulan berada ditengah-tengah matahari dan bumi) sehingga terlihat dari bumi, posisi matahari dan bulan seolah-olah menjadi satu atau dikumpulkan. 
Baik ayat ke-8 maupun ke-9 terjadi pada saat yang bersamaan, namun dibelahan bumi yang berbeda, karena ayat 7-9 menjelaskan pertanyaan yang diajukan pada ayat 6. Tentu saja pada ayat ke -7 yaitu ketika mata terbelalak ketakutan, dapat diakibatkan oleh hal-hal lain yang tidak disebutkan, misalnya karena pada hari itu matahari terbit dari barat, hanya Allah yang paling dan Maha mengetahui, wallahu a'lam, sebelum pada akhirnya manusia kembali dibangkitkan dan diadili pada hari tersebut. Yaum al-Qiyaamah sendiri memiliki arti hari kebangkitan, salah satu nama yang diberikan oleh Al-Qur'an dari 25 nama bagi hari dimana musnahnya bumi dan seluruh alam semesta beserta makhluk-makhluknya dan kebangkitan semula.

Mengapa Allah  tidak langsung saja menyatakan tentang gerhana matahari ketika menjelaskan mengenai salah satu tanda kiamat di surah Al-Qiyaamah ini ? Karena jika Allah langsung memberitahu, dengan mengatakan di dalam Al-Qur'an misalnya "ketika terjadi gerhana matahari, yaitu ketika matahari dan bulan terlihat dikumpulkan di suatu daerah bersamaan dengan hilangnya bulan di daerah yang lain", hal itu tidak akan diterima oleh masyarakat pada masa Al-Qur'an diturunkan, karena pada saat itu konsep bumi bulat serta bumi dan bulan mengelilingi matahari belum dikenal terutama oleh masyarakat arab dimana Al-Qur'an diturunkan, wallahu a'lam.

Melalui empat ayat singkat mengenai salah satu tanda-tanda hari kiamat di surah Al-Qiyaamah ini, disertai dengan informasi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad mengenai tanda-tanda kiamat sebagaimana yang diinformasikan dari hadist di atas, Allah secara tersirat mengemukakan kondisi terjadinya gerhana matahari.

Sedangkan surah Yaasiin ayat 40 yang terjemahan bahasa Indonesianya adalah :
[Q.S 36:40] Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya
yang mana seolah-olah Al-Qur'an menafikan matahari dan bulan dapat sejajar, perlu diperhatikan bahwa "Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan (tudrika) bulan ..." dalam surah Yaasiin (36) ayat 40 ini menggunakan kata "adraka (tudrika)", yang berarti mencapai, mendapatkan, menggenggam, bertemu secara fisik. Turunan kata yang sama digunakan dalam Q.S 4:78, 4:100, 6:103, 10:90. Bertemu dalam artian sejajar sehingga "terlihat seolah-olah bertemu/mendapatkan" tidak termasuk ke dalam arti kata "adraka". Bahkan di dalam ayat tersebut lebih dipertegas lagi, "semua beredar pada garis edarnya". Memungkinkan untuk mencapai posisi sejajar, ya, akan tetapi tidak "adraka" (saling mendapatkan secara fisik).

Mungkin ada yang bertanya, bukankah Al-Qiyaamah ayat 6-9 di atas berbicara tentang keadaan saat kiamat, bukan tentang gerhana ? Sebagaimana yang telah dijelaskan pada postingan "Al-Qur'an dan Pertentangan yang Banyak di Dalamnya (klik disini untuk baca)", bahwa Al-Qur'an adalah satu-satunya kitab yang isinya konsisten ditinjau secara logika matematika. Untuk Al-Qiyaamah ayat 6-9 diatas, secara logika matematika diperoleh pernyataan "Jika terjadi kiamat, maka mata terbelalak, bulan hilang cahayanya, bulan dan matahari dikumpulkan". Secara logika matematika, pernyataan "Jika A maka B" tidak sama nilai kebenarannya dengan "Jika B maka A". Jadi ada pernyataan"Jika hari hujan, maka si Fulan memakai payung", belum tentu jika si Fulan memakai payung, maka hari hujan. Tapi kalau hujan, si Fulan pasti memakai payung. Jadi secara logika matematika, untuk pernyataan "Jika terjadi kiamat, maka mata terbelalak, bulan hilang cahayanya, bulan dan matahari dikumpulkan", bukan berarti jika "bulan hilang cahayanya, bulan dan matahari dikumpulkan (baca: gerhana, salag satu pengartian menurut postingan ini)" maka kiamat. Hanya saja pada saat kiamat nanti salah satu kejadiannya adalah ketika bulan hilang cahayanya dan bulan serta matahari dikumpulkan.

Wallahu a'lam

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya
(dari berbagai sumber)
Narrated Abu Huraira:
I heard Allah's Apostle saying, "I have been sent with Jawami al-Kalim (i.e., the shortest expression carrying the widest meanings), and I was made victorious with awe (caste into the hearts of the enemy), and while I was sleeping, the keys of the treasures of the earth were brought to me and were put in my hand." Muhammad said, Jawami'-al-Kalim means that Allah expresses in one or two statements or thereabouts the numerous matters that used to be written in the books revealed before (the coming of) the Prophet .
(Translation of Sahih Bukhari, Volume 9, Book 87, Number 141)
untuk melihat dan mencari ayat-ayat Quran dapat melalui http://www.quranplus.com/
panduan kata per kata dapat menggunakan http://corpus.quran.com/wordbyword.jsp

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...