Sunday, June 24, 2012

Al-Qur'an, Terorisme dan Bunuh Diri

Perhatian dunia mulai tertuju kepada Islam ketika Al-Qaeda dituduh sebagai dalang di balik runtuhnya gedung World Trade Center pada tanggal 11 September 2001, kemudian menyusul kejadian bom bunuh diri di Bali, Indonesia, yang menewaskan 202 orang di sebuah kafe, pada tanggal 12 Oktober 2012. Belum lagi bom bunuh diri yang di lakukan terhadap hotel JW Marriott Jakarta pada tanggal 5 agustus 2003 dan bom bunuh diri di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton Mega Kuningan Jakarta pada tanggal 17 Juli 2009. Dan juga sering kita dengar melalui berita terjadinya bom bunuh diri yang dilakukan setelah pendudukan Israel atas Palesna dan juga setelah penyerangan Amerika Serikat terhadap Afganistan dan Irak.

Berbagai tuduhan dan opini terdengar terkait dengan kejadian-kejadian tersebut. Banyak yang mengeluarkan argumen bahwa Islam melalui Al-Qur'an mengajarkan untuk membunuh orang-orang kafir dimana saja orang-orang kafir itu berada. Sebagian beranggapan Al-Qur'an, yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW, terinspirasi dari Alkitab terutama kitab Yosua, dimana diceritakan bahwa Yosua, penerus Musa, atas perintah dan nama Tuhan menghancurkan kota kaum penyembah berhala Ai dan membunuh dua belas ribu penduduknya laki-laki, perempuan, orang tua dan anak-anak, begitu pula dengan kota pagan yang lain yang dijanjikan Tuhan untuk dikuasai bangsa Israel, seperti Yerikho, Makeda, Libna, Lakhis, Eglon, Hebron, Gezer, Debir, dimana seluruh penduduk kota tersebut tanpa terkecuali ditumpas oleh Yosua (Alkitab, kitab Yosua 6:17-27,  8:1-29,  10:28-43).

Terlepas dari siapa atau kelompok apa yang melakukan, apakah ada konspirasi di dalamnya atau tidak, artikel ini membahas ayat-ayat dalam Al-Qur'an, yang ditafsirkan oleh beberapa orang, memberikan ijin untuk membunuh setiap orang kafir, dan juga bunuh diri dalam persfektif Islam. Ayat-ayat di dalam Al-Qur'an yang dimaksud adalah sebagai berikut :
[2:191] Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
[4:89] ... tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong ...
[8:12] (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.
[9:5] Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.
[33:61] dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. 
[47:4] Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka...

Kaum kafir - penghalang menuju jalan Allah

Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an, orang seringkali membaca hanya satu ayat saja tanpa memperhatikan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Yang lebih parah adalah beberapa orang hanya pengambil potongan dari suatu ayat. Terkait dengan surah Al-Baqarah (2) ayat 190 di atas, pada dasarnya adalah mengenai kaum-kaum kafir yang mengusir kaum muslimin dari kampung halaman mereka dengan alasan agama atau tanpa alasan yang benar, dan menghalang-halangi kaum muslimin dalam beribadah kepada Allah, sebagaimana di ayat yang lain Allah Berfirman :
[22:39-40] Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Dari ayat di atas, ijin memerangi orang kafir berlaku atas orang-orang yang diperangi, yang di aniaya, lebih spesifik dijelaskan adalah orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka karena mereka berkata "Tuhan kami hanyalah Allah", dan yang diperangi hanya kepada orang-orang yang memerangi mereka. Hal ini ditegaskan pada ayat sebelum dan sesudah surah Al-Baqarah (2) ayat 191 di atas dimana ayat-ayat ini juga menjadi acuan bahwa umat Islam hanya boleh memerangi orang-orang yang memerangi mereka, yang tentu saja sekali lagi hanya kepada orang-orang yang benar-benar memerangi dan tidak dengan melampaui batas, dan berhenti dan memaafkan mereka apabila mereka meminta maaf dan berhenti dari sikap permusuhan.
[2:190] Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

[2:191] Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.

[2:192] Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Islam adalah agama yang defensif, dan mengajarkan sikap yang defensif. Tidak memulai suatu peperangan tanpa sebab, dan diperkenankan untuk membela diri apabila musuh menyerang dan menghalang-halangi dari jalan Allah. Kita tidak di ajarkan untuk berdiam diri saja ketika kita di serang secara fisik, akan tetapi kita juga tidak diajarkan untuk menyerang secara fisik kepada orang lain tanpa sebab-sebab yang dibenarkan Allah (yaitu karena orang kafir tersebut yang memulai terlebih dahulu menyerang fisik dalam rangka menghalang-halangi dari jalan Allah). Kewajiban seorang muslim hanyalah menyampaikan kebenaran. Selama pihak yang disampaikan tidak bertindak memusuhi dan menyerang, walaupun mereka tidak menerima apa yang sampaikan, maka tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menyerang, apalagi membunuh mereka.
[16:82] Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu hanyalah menyampaikan dengan terang.  

[4:90] ... tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka...
Lebih lanjut pada surah Muhammad (47) ayat 4 di atas, yang keseluruhan ayatnya adalah :
[47:4] Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.
Disini terlihat kondisinya adalah di medan perang, ditandai dengan kalimat "... sampai perang berhenti ..." dan bukan "semua", tetapi hanya sekedar membela diri dan taktik dalam perang. Di indikasikan dengan diperbolehkan adanya tawanan perang, yang tentu saja jika perintah Allah adalah "semua" orang kafir, tidak akan ada tawanan perang, yang nantinya boleh di bebaskan ataupun dimintai tebusan.

Dan tentu saja ini hanya berlaku bagi orang-orang kafir yang memang memerangi kita di medan perang, bukan anak-anak mereka , bukan pula istri-istri mereka, orang-orang tua atau orang-orang dari kelompok mereka yang tidak ikut berperang bersama mereka. Jika seorang muslim membunuh orang dengan membabi buta, tanpa alasan yang jelas, hanya mengikuti nafsunya atau untuk mengambil keuntungan dunia, maka dialah yang dikategorikan Allah dengan "orang-orang yang melampaui batas". Jika orang-orang kafir tersebut condong kepada perdamaian, maka kita pun harus condong kepada perdamaian dan janganlah menjadi orang-orang yang aniaya dan melampaui batas.
[4:94] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 
Dan juga di ayat yang lain Allah mengatakan :
[5:2] Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (melampaui batas kepada mereka)

[5:8] Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[8:59-61] Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kamu (juga) kepada (perdamaian) itu dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.


Kaum kafir - perusak perjanjian

Terkait dengan surah At-Taubah (9)  ayat 5 di atas, merupakan pernyataan yang memperbolehkan kaum muslimin untuk membatalkan perjanjian damai dengan kaum kafir, apabila kaum kafir tersebut yang terlebih dahulu melanggar perjanjian, sebagaimana disebutkan di ayat 4. Meskipun perjanjian itu sendiri secara resmi belum batal, akan tetapi jika dalam prakteknya kaum-kaum kafir melanggar isi perjanjian damai tersebut, maka kaum muslimin diperbolehkan untuk mengumumkan pembatalan perjanjian. Sebagaimana surah At-Taubah (9) ini ayat 1-8 :
[9:1] (Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka).
 

[9:2] Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.

[9:3] Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.

[9:4] kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

[9:5] Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.

[9:6] Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.

[9:7] Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

[9:8] Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian).
Ini hanya berlaku bagi kaum atau golongan yang merusak perjanjian, maka di perbolehkan memerangi mereka. Pembatalan pemutusan hubungan ini tidak boleh dirahasiakan, akan tetapi harus diumumkan kepada kaum kafir yang bersangkutan, dan apabila mereka menyatakan perang, maka di situlah diperbolehkan untuk memerangi. Kecuali jika kaum-kaum yang melanggar perjanjian itu bertobat, menerima Islam, atau berjanji tidak akan mengganggu lagi. Termasuk jika disepakati perjanjian damai baru dan dari kaum kafir itu menaati perjanjian damai tersebut.

Juga termasuk di dalamnya jika ada di antara golongan orang-orang kafir yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin, yang sebetulnya hatinya tidak ingin memerangi kaum muslimin, walaupun mereka termasuk ke dalam kaum yang memerangi kaum muslimin, maka kaum muslimin wajib melindungi mereka, sebagaimana yang disebutkan pada surah At-Taubah (9) ayat 4 dan 6  di atas.
[9:4] kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

[9:6] Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.

[4:90] kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Selama orang-orang kafir berlaku lurus terhadap orang-orang muslim, tidak menggangu, menaati perjanjian, mengadakan hubungan baik, maka kaum muslimin wajib pula berlaku lurus kepada mereka.
[9:7] ... maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa ...
Bahkan di surah An-Nisaa (4) ayat 92 dengan jelas dikatakan sangat dilarang membunuh kaum kafir yang mengadakan perjanjian damai, dalam hal ini termasuk kaum kafir yang sama sekali tidak mengganggu kaum muslimin. Jika membunuh seseorang, maka baginya hukum qishah. Apabila pembunuhan itu terjadi bukan karena kesengajaan, maka yang membunuh harus meminta maaf, membayar santunan atau berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tanda penyesalan. Di masa sekarang ini termasuk dengan menerima hukuman yang berlaku, kecuali jika pihak keluarga yang terbunuh memaafkan.
[4:92] Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[42:40-43] Dan balasan suatu kejahatan adalah yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.
Termasuk kedalam gologan "orang-orang yang melampui batas" dalam surah As-Syuuraa (42) di atas adalah orang-orang yang melakukan pembunuhan dimuka bumi tanpa alasan-alasan yang haq, yang dibenarkan oleh Allah. Pada surah At-Tahriim (66) ayat 9 Allah berfirman :
[66:9] Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. 
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menafsirkan makna jahidi (perangi) dan ughludz (keras/tegas - tough/firm) sebagai perintah kepada Rasulullah SAW untuk memerangi dengan senjata dan kekuatan (pada masa mereka memerangi kaum muslimin) dan menegakkan hukum Allah atas mereka. Jadi jahidi adalah pembalasan yang setimpal bagi orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Jika mereka memerangi kaum muslimin dengan senjata dan kekerasan, mengusir kaum muslimin dari kampung halaman serta menghalang-halangi dari beribadah dengan jalan Allah, maka kaum muslimin boleh memerangi dengan pembalasan yang setimpal dan tidak boleh melampaui batas. Dan jika kaum muslimin berkuasa atas mereka, maka berlakulah ughludz, sikap tegas kaum muslimin dalam memberlakukan hukum-hukum Allah atas mereka. Jika mereka mengadakan perdamaian, maka perlindungan kaum muslimin atas mereka dan mereka tidak boleh didzalimi dalam urusan pidana dan perdata. Firman Allah dalam surah Al-Maaidah (5) ayat 8 dan Al-Mumtahanah (60) ayat 8 :
[5:8] Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

[Q.S 60:8] Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Keadilan pada kaum kafir yang terikat perjanjian atau dalam perlindungan kaum muslimin bukan berarti menjadikan mereka sekutu dalam pemerintahan terhadap kaum muslimin. Di dalam banyak ayat Al-Qur'an, Allah melarang kaum muslimin menjadikan orang-orang kafir sebagai mawla, diantaranya Q.S 3:28, 4:144, 5:57, 9:23, 58:22, 3:118, 9:16, 28:86, 60:13, 3:149-150, 4:141, 4:138-139, 5:51, 5:80-81, 60:1, 58:14-15, 60:5. Contohnya pada surah Ali-'imran (3) ayat 28 Allah berfirman :
[3:28] Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi auliya (wali/mawla) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).
Auliya/mawla/wali semuanya berasal dari akar kata yang sama dan sama-sama berarti pelindung/sekutu/teman setia yang diercayakan amanah kepadanya. Seorang pemimpin (amir/umara) adalah termasuk ke dalam auliya/mawla/wali kaum muslimin, tapi auliya/mawla/wali tidak hanya terbatas kepada pemimpin (amir/umara) saja, pengertiannya lebih luas daripada itu. Seorang bapak adalah wali bagi anak-anaknya. Begitu juga anak angkat adalah mawla bagi ayah angkatnya sebagaimana anak angkat Rasulullah SAW, Zayd bin Haritsah juga dipanggil dengan Zayd mawla Muhammad. Jadi sangat banyak ayat yang mengharamkan dengan ancaman yang keras bagi seorang muslim menjadikan orang kafir sebagai auliya/mawla/wali, termasuk menjadikan mereka pemimpin.

Apakah boleh berteman dengan mereka ? Boleh saja berteman dan bermuamalah, bahkan Q.S 5:8 dan Q.S 60:8 menyuruh kaum muslimin berlaku adil kepada mereka, selama tidak menjadikan mereka sebagai auliya/mawla/wali, seperti pemimpin. Pengecualian di berikan dalam Q.S 3:28 di atas, yaitu kecuali dalam rangka memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka, seperti ketika kaum muslimin berada di daerah yang mayoritas penduduknya adalah kaum kafir. Ingatlah bahwa kaum kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin, atau berada dalam perlindungan kaum muslimin, Allah tidak memberikan alasan untuk memerangi mereka. Ingatlah firman Allah :
[5:32] ... barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya ...

Kaum munafik - sang pengkhianat

Jika melihat konteks bahasannya, Surah An-Nisaa (4) ayat 89 dan Al-Ahzaab (33) ayat 61, maka jelas yang dipebolehkan di bunuh di sini adalah orang-orang munafik, para pengkhianat yang di dalam perang memihak siapa saja yang menguntungkan bagi mereka. Di saat kaum muslimin di atas angin, mereka akan mengikuti kaum muslimin dan mengaku beriman, tetapi apabila mereka melihat kaum kafir yang di atas angin, maka mereka segera kembali kepada kekafiran. Mereka menjadi mata-mata bagi orang-orang kafir, dan turut membantu mereka untuk mengalahkan kaum muslimin.

Dalam An-Nisaa (4) ayat 88-91 disebutkan :
[4:88] Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.

[4:89] Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong,

[4:90] kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.

[4:91] Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun kedalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Jelas terlihat di atas, bahwa ayat "tawan dan bunuhlah" diatas adalah diperuntukkan bagi kaum-kaum munafik, yang berulang-kali memperlihatkan kemunafikannya, di ayat 91 di sebutkan "setiap mereka diajak kembali ..." yang memiliki makna berulang-ulang. Jika orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya itu membiarkan kaum muslimin, dan tidak pula membantu kaum kafir, artinya bersikap tidak peduli dan tidak memihak baik kaum muslimin maupun kaum kafir, maka tidak ada alasan yang nyata untuk membunuh mereka

Kemudian di tegaskan kembali dalam surah Al-Ahzaab (33) ayat 60-62, bahwa orang-orang yang munafik yang suka menyebarkan fitnah, mereka akan dilaknat oleh Allah, dan dimana saja mereka berada, jika mereka tidak berhenti dari kemunafikan mereka dan bertobat, maka bagi mereka diberikan alasan yang nyata untuk diperangi, dan mereka cepat atau lambat akan terbunuh baik oleh kaum muslimin maupun oleh kaum kafir akibat kemunafikan mereka. Bagaimanapun musuh dalam selimut adalah lebih berbahaya daripada musuh secara terang-terangan.
[33:60] Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar,

[33:61] dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.

[33:62] Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.

Malaikat dalam perang

Bagaimana dengan surah Al-Anfaal (8) ayat 12 ? Jika diperhatikan dengan seksama, ayat ini menceritakan mengenai perintah Allah kepada Malaikat, di mulai dengan "ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat", sampai akhir ayat ini. Kejadian ini terjadi pada saar perang Badr, dimana saat itu Allah menjanjikan bagi kaum muslimin bantuan malaikat untuk menghadapi kaum kafir, dan kepada para malaikat, Allah perintahkan membunuh orang kafir dalam perang tersebut. Setelah perang tersebut, dimana kaum muslimin memperoleh kemenangan, kaum muslimin mengetahui siapa saja di antara orang-orang kafir yang dibunuh oleh para malaikat, dengan melihat luka di tubuh mereka, karena mereka diberitahukan melalui Al-Anfaal (8) ayat 12 ini, yaitu luka di leher dan jari-jari tangan.
[8:9] (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut".
 

[8:10] Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
 

[8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu).
 

[8:12] (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka."
 

[8:13] (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.
 

[8:14] Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka.
Sekali lagi, sebagaimana ayat yang lain, konteks ayat ini adalah ketika perang, terlebih lagi Q.S 8:12 ini ditujukan kepada para malaikat. Setiap konteks yang memperbolehkan orang kafir dan munafik untuk dibunuh adalah di dalam perang, dan hanya kepada orang-orang yang menyerang kita, tidak membunuh tanpa target yang jelas, dan tidak membunuh orang-orang kafir yang tidak bermaksud memusuhi kaum muslimin dan membiarkan kaum muslimin, karena jika hal tersebut dilakukan menjadikan termasuk kategori "orang-orang yang melampaui batas".


Perihal bunuh diri

Jika mungkin seseorang berniat untuk melakukan bunuh diri dalam rangka jihad, misalnya dengan meledakkan diri di tempat-tempat yang ditandai banyak terdapat orang-orang kafir, maka sesungguh baginya dijanjikan neraka. Alasan pertama, hukum orang yang bunuh diri dengan alasan apapun adalah dosa besar dan ganjarannya adalah neraka. Alasan kedua, yang orang-orang dibunuh adalah orang-orang yang tidak diberikan alasan oleh Allah secara haq untuk membunuh mereka.

Dalam Al-Qur'an disebutkan :
[4:29] ... Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Ada yang menafsirkan surah Al-Baqarah (2) ayat 54 sebagai dalil yang membenarkan bunuh diri sebagai upaya penebusan dosa, yang redaksi ayatnya sebagai berikut :
[2:54] Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."
Ayat di atas mengisahkan ketika Musa mengetahui bahwa kaumnya menjadi penyembah patung anak lembu  sepeninggalnya, padahal Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang Israel pada waktu itu dengan mengeluarkan mereka dari perbudakan bangsa Mesir dengan dipimpin Musa. "Bunuh diri" pada ayat di atas bukanlah berarti "membunuh diri sendiri" akan tetapi "membunuh orang-orang sesama kaum", sebagaimana cara menghukum sekaligus pertobatan yang diberikan Allah khusus bagi orang-orang Israel saat itu, sehingga diketahui siapa yang benar-benar menyesal dan siapa yang tidak. Kata "bunuh diri". Al-Qur'an menggunakan istilah "bunuh diri" untuk menggambarkan "membunuh orang-orang dalam satu kaum" dalam ayat yang lain :

[2:85] Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat
Atau ekspresi yang menyerupai itu ketika Allah mengatakan "menumpahkan darahmu" atau "mengusir dirimu", bukan berarti mengacu kepada diri sendiri, akan tetapi mengacu kepada kaum tersebut.
[2:84] Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya.
 Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan mengenai  Al-Baqarah (2) ayat 54 sebagai berikut :
Telah diriwayatkan oleh an Nasa'i, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari hadits Yazid bin Harun melalui sanad yang sampai kepada Ibnu Abbas, dia berkata, "Allah Ta'ala berfirman, 'Sesungguhnya cara tobat mereka ialah hendak-nya setiap orang membunuh orang yang dijumpainya, baik ayah maupun anak, dan membunuhnya dengan pedang. Pada saat itu tidak peduli siapa yang membunuh. Maka orang-orang yang tidak diketahui oleh Musa dan Harun apa yang diketahui dosa mereka oleh Allah mereka mengakui kesalahannya, dan melakukan cara tobat yang diperintahkan. Maka Allah mengampuni orang yang membunuh dan yang dibunuh.'"

Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanad yang baik dari az-Zuhri, dia berkata ihwal persoalan ini, "Maka Musa dan Bani Israel pun sedih karena kematian tersebut. Maka Allah Yang Mahaagung menurunkan wahyu kepada Musa,' "Apa yang membuatmu sedih? Adapun Bani Israel yang terbunuh, sebenarnya mereka itu hidup di sisi-Ku dan mendapat rezeki. Sedangkan orang yang masih hidup, telah Ku-terima tobatnya.' Maka bergembiralah Musa dan Bani Israel dengan wahyu itu. Itulah maksud firman Allah, 'Maka Allah akan menerima tobatmu, sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.'"
Jadi "bunuh diri (saling membunuh)" ini secara khusus diperuntukkan kepada bani Israel yang dengan kebodohannya menyembah patung anak lembu, padahal mereka baru saja di selamatkan Allah dari perbudakan Mesir melalui perantaraan Musa, dimana Allah telah menunjukkan tanda-tanda kebesaran dan keagungannya kepada bani Israil secara langsung pada saat itu.

Di banyak hadis sahih, nabi Muhammad SAW menjelaskan beratnya hukuman di neraka bagi orang-orang yang melakukan bunuh diri, dengan alasan apapun, karena orang-orang yang melakukan bunuh diri tersebut adalah orang-orang yang lari dari rahmat Allah, yang percaya bahwa Allah tidak lagi memberikan mereka harapan. Hadis-hadis mengenai bunuh diri antara lain :
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang bunuh diri dengan benda tajam, maka benda tajam itu akan dipegangnya untuk menikam perutnya di neraka Jahanam. Hal itu akan berlangsung terus selamanya. Barang siapa yang minum racun sampai mati, maka ia akan meminumnya pelan-pelan di neraka Jahanam selama-lamanya. Barang siapa yang menjatuhkan diri dari gunung untuk bunuh diri, maka ia akan jatuh di neraka Jahanam selama-lamanya. (Shahih Muslim No.158)

Hadis riwayat Tsabit bin Dhahhak ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang bersumpah dengan agama selain Islam secara dusta, maka ia seperti apa yang ia ucapkan. Barang siapa yang bunuh diri dengan sesuatu, maka ia akan disiksa dengan sesuatu itu pada hari kiamat. Seseorang tidak boleh bernazar dengan sesuatu yang tidak ia miliki. (Shahih Muslim No.159)

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Aku ikut Rasulullah saw. dalam perang Hunain. Kepada seseorang yang diakui keIslamannya beliau bersabda: Orang ini termasuk ahli neraka. Ketika kami telah memasuki peperangan, orang tersebut berperang dengan garang dan penuh semangat, kemudian ia terluka. Ada yang melapor kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, orang yang baru saja engkau katakan sebagai ahli neraka, ternyata pada hari ini berperang dengan garang dan sudah meninggal dunia. Nabi saw. bersabda: Ia pergi ke neraka. Sebagian kaum muslimin merasa ragu. Pada saat itulah datang seseorang melapor bahwa ia tidak mati, tetapi mengalami luka parah. Pada malam harinya, orang itu tidak tahan menahan sakit lukanya, maka ia bunuh diri. Hal itu dikabarkan kepada Nabi saw. Beliau bersabda: Allah Maha besar, aku bersaksi bahwa aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Kemudian beliau memerintahkan Bilal untuk memanggil para sahabat: Sesungguhnya tidak akan masuk surga, kecuali jiwa yang pasrah. Dan sesungguhnya Allah mengukuhkan agama ini dengan orang yang jahat. (Shahih Muslim No.162)

Hadis riwayat Sahal bin Saad As-Saidi ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bertemu dengan orang-orang musyrik dan terjadilah peperangan, dengan dukungan pasukan masing-masing. Seseorang di antara sahabat Rasulullah saw. tidak membiarkan musuh bersembunyi, tapi ia mengejarnya dan membunuhnya dengan pedang. Para sahabat berkata: Pada hari ini, tidak seorang pun di antara kita yang memuaskan seperti yang dilakukan oleh si fulan itu. Mendengar itu, Rasulullah saw. bersabda: Ingatlah, si fulan itu termasuk ahli neraka. Salah seorang sahabat berkata: Aku akan selalu mengikutinya. Lalu orang itu keluar bersama orang yang disebut Rasulullah saw. sebagai ahli neraka. Kemana pun ia pergi, orang itu selalu menyertainya. Kemudian ia terluka parah dan ingin mempercepat kematiannya dengan cara meletakkan pedangnya di tanah, sedangkan ujung pedang berada di dadanya, lalu badannya ditekan pada pedang hingga meninggal. Orang yang selalu mengikuti datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Aku bersaksi bahwa engkau memang utusan Allah. Rasulullah saw. bertanya: Ada apa ini? Orang itu menjawab: Orang yang engkau sebut sebagai ahli neraka, orang-orang menganggap besar (anggapan itu), maka aku menyediakan diri untuk mengikutinya, lalu aku mencarinya dan aku dapati ia terluka parah, ia berusaha mempercepat kematian dengan meletakkan pedangnya di tanah, sedangkan ujung pedang berada di dadanya, kemudian ia menekan badannya hingga meninggal. Pada saat itulah Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya ada orang yang melakukan perbuatan ahli surga, seperti yang tampak pada banyak orang, padahal sebenarnya ia ahli neraka. Dan ada orang yang melakukan perbuatan ahli neraka, seperti yang tampak pada banyak orang, padahal ia termasuk ahli surga. (Shahih Muslim No.163) 


Sebagai penutup, Islam tidak mengajarkan untuk membunuh setiap kaum kafir yang ada, Islam juga tidak mengajarkan bahwa bunuh diri, dalam bentuk apapun, mampu meraih ridha Allah. Kalaupun terjadi dalam kasus di mana seseorang dihalalkan untuk dibunuh, yaitu ketika orang tersebut menghalang-halangi dari jalan Allah (secara fisik), atau mengusir/merampas tanah tempat tinggal kaum muslimin dengan alasan agama atau tanpa alasan yang benar, ataukah di dalam perang, maka harusnya tidak dengan cara yang melampaui batas dan hanya bagi orang-orang yang menyerang, bukan kepada keluarganya-ataupun orang-orang yang mencari perlindungan dengan tidak memerangi kaum muslimin. Itupun jika ada di antara mereka yang bertobat, meminta maaf, memohon ampunan, berjanji tidak akan kembali memerangi, dan mengadakan perdamaian dengan kaum muslimin, maka tidak boleh dan tidak berikan alasan oleh Allah untuk membunuh mereka.
[10:99-100] Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya (untuk beriman kepada Allah).
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam postingan "Al-Qur'an : Dukungan Terhadap Toleransi Serta Penolakan Terhadap Pluralisme dan Liberalisme", bagaimana Islam mengajarkan toleransi terhadap pemeluk agama lain dan bagaimana Islam mengajarkan "bagimu agamamu, bagiku agamaku", dan "tidak ada paksaan dalam (memilih) agama", karena sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Kewajiban setiap kaum muslimin hanyalah menyampaikan kebenaran. Yang berkekuatan memaksa dengan hukum adalah pemimpin (ulil amri).

Wallahu a'lam

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya

Dari berbagai sumber
Narrated Abu Huraira:
I heard Allah's Apostle saying, "I have been sent with Jawami al-Kalim (i.e., the shortest expression carrying the widest meanings), and I was made victorious with awe (caste into the hearts of the enemy), and while I was sleeping, the keys of the treasures of the earth were brought to me and were put in my hand." Muhammad said, Jawami'-al-Kalim means that Allah expresses in one or two statements or thereabouts the numerous matters that used to be written in the books revealed before (the coming of) the Prophet .
(Translation of Sahih Bukhari, Volume 9, Book 87, Number 141)

untuk melihat dan mencari ayat-ayat Quran dapat melalui http://www.quranplus.com/
panduan kata per kata dapat menggunakan http://corpus.quran.com/wordbyword.jsp
Arabic-English Lane's Lexicon : http://www.tyndalearchive.com/tabs/lane/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...