Dua ayat di atas sering dijadikan sebagai acuan bagi penganut pahan pluralisme atau liberal bahwa semua agama sebetulnya sama, baik Islam, Kristen, maupun Yahudi, selama mereka percaya kepada Allah, dan berbuat baik, maka Allah akan menerima amal ibadah mereka dan akan memberikan balasan yang baik.
Islam, Paham Plurarisme dan Liberalisme
Akan tetapi tentu saja anggapan seperti yang diuraikan di atas sangat bertentangan dengan ayat lain di dalam Al-Qur'an.
Di ayat lain Allah menyatakan : "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (Ali Imran [3]: 19)
Dan ketika berbicara mengenai agama nabi Ibrahim, Allah pun menegaskan : "Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang muslim yang lurus dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." (Ali Imran [3] : 67)
Atau ketika menyatakan tentang amal-amal orang-orang kafir, Allah menyatakan : "Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun." (An-Nuur [24] : 39)
Lebih tegas lagi Allah Yang Maha Mengetahui mengatakan orang-orang kafir sebagai seburuk-buruknya makhluk : "Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu seburuk-buruk makhluk" (Al-Bayyinah [98]:6)
Sebagai firman Tuhan, tidak mungkin ada pertentangan dalam Al-Qur'an. Jadi jika di satu ayat Allah menyatakan bahwa agama yang direstui disisi-Nya hanyalah Islam, tidaklah mungkin di ayat lain Allah menyatakan bahwa semua agama sama dimata Dia. Jadi, satu-satunya penjelasan adalah bahwa baik surah Al-Baqarah ayat 62 maupun surah Al-Maa'idah ayat 69 tersebut tidak dapat dimaksudkan demikian.
Secara bahasa, keseluruhan kata kerja di dalam Al-Baqarah ayat 62 dan Al-Maa'idah ayat 69 di tuliskan dalam bentuk lampau (past tense). Kata "aamana" dalam "man aamana billah (yang beriman kepada Allah)" adalah bentuk lampau dari triliteral hamzah mim nun. Begitu pula kata "wa 'aamila (dan beramal)", "'aamila" juga merupakan bentuk lampau. "yahzanuuna (bersedih hati)" juga merupakan bentuk lampau.
Semua kata kerja tersebut di atas dituliskan dalam bentuk lampau, artinya pada ayat ini Allah menyatakan bahwa "sesunggunya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang sabiin (berdasarkan tafsir ibnu katsir, sabiin artinya orang-orang yang beriman kepada Allah dan yakin akan datangnya hari akhir, akan tetapi tidak mengikuti agama tertentu karena tidak menerima pesan kerasulan apapun) yang dulu sebelum datangnya Islam yang di bawa oleh nabi Muhammad SAW, dimana mereka beriman kepada Allah dgn tidak menyekutukannya (sebagaimana misi setiap nabi dan rasul menyatakan Allah itu satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan), percaya akan adanya hari kemudian, dan beramal shalih mengikuti syariat yang ditetapkan Allah pada masa mereka, maka bagi mereka tidak ada kekhawatiran dan amal ibadah mereka tidak akan disia-siakan oleh Allah".
Sedangkan untuk orang-orang tersebut setelah datangnya Islam dan dikabarkan mengenai Islam kepada mereka dan mereka tetap tidak mau mengikuti Islam, maka sesuai surah An-Nuur ayat 39, semua amal-amal baik yang mereka lakukan seperti fatamorgana, tidak akan dianggap oleh Allah.
Sedangkan dari narasinya, Al-Baqarah ayat 58-74 menceritakan tentang keadaan Bani Israil pasca eksodus (keluarnya Bani Israil dari Mesir dan penjajahan Fir'aun), jadi Al-Baqarah ayat 62 yang berada di tengah-tengah pengkisahan ini bukan dimaksudkan kepada kaum ahli kitab dan kafir pada masa setelah Rasulullah SAW diutus.
Dan untuk Al-Maa'idah ayat 69, akan terlihat jelas maksudnya adalah orang-orang beriman dari umat-umat Rasul sebelum kerasulan Rasulullah SAW, jika dibaca keseluruhan ayat 67-78 dari surah Al-Maa'idah tersebut :
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencana pun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima tobat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).
Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus."
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (Al-Maa'idah [5] : 67-78)
Hal ini dikuatkan pula dengan adanya hadis yang meriwayatkan mengenai asbabun nuzul (asal-usul turunnya ayat) Al-baqarah ayat 62 tersebut : "Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Adani dalam Musnadnya, dari jalur Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, Kata Salman, 'Saya tanyakan kepada Nabi saw. tentang penganut-penganut agama yang saya anut dulu, dan saya sebutkan tentang salat dan ibadah mereka, maka turunlah ayat. 'Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi...' sampai dengan akhir ayat.'"
Didalam riwayat yang lain, diketengahkan oleh Wahidi dari jalur Abdullah bin Katsir dari Mujahid, katanya, "Tatkala dikisahkan oleh Salman kepada Rasulullah SAW riwayat sahabat-sahabatnya, maka jawabnya, 'Mereka dalam neraka.' Kata Salman, 'Bumi terasa gelap olehku (karena jawaban itu)', maka turunlah ayat, 'Sesungguhnya orang-orang beriman dan orang-orang Yahudi...' sampai dengan '...berdukacita.' (Q.S. Al-Baqarah 62) Kata Salman pula, 'Maka seolah-olah lenyaplah semua beban yang menggunung dariku'." Diketengahkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim, dari Sadiy katanya, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat-sahabat Salman Al-Farisi."
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengenai Al-Baqarah 62 ini menyatakan bahwa : dari Ibnu Abbas dinyatakan bahwa Allah tidak menerima semua amal seseorang, kecuali dia mengikuti aturan yang dibawa Muhammad SAW setelah Allah mengutus Muhammas SAW. Sebelum itu, setiap orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti aturan yang dibawa oleh utusan-utusan Allah yang diutus kepada mereka, akan diselamatkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 85 : "Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."
Beliau (Ibnu Katsir) juga mengatakan bahwa hal diatas tidaklah menafikan apa yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas,' ”Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqoroh : 62) lalu Allah menurunkan setelah itu,” Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al Imran : 85)'.
Dan dalam hadist sahih riwayat Muslim, kitab Al-Iman buku 1 nomor 284 : diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda, "Demi Dia yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, siapa saja di antara Yahudi dan Nasrani (ahli kitab) yang mendengar tentang aku, dan tidak menyerahkan kepercayaannya dengan risalah apa yang aku bawa, dan mereka mati dalam keadaan demikian, maka dia kan menjadi penghuni salah satu neraka"
Jadi jelaslah, Islam sama sekali tidak mengajarkan paham pluralisme maupun liberalisme yang menganut prinsip semua agama adalah sama, karena dengan tegas Al-Qur'an menyatakan bahwa agama yang di ridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Apalagi Rasulullah tidak pernah mengatakan kedudukan Islam adalah sama dengan agama lain. Di satu hadis kita di peringatkan bahwa dari Abu Sa’id al Khudri Rasulullah bersabda: “Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga kalaulah mereka masuk liang biawak, niscaya kalian mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan nasranikah?” Nabi menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Bukhari no. 7320)
Toleransi Antar Umat beragama
Akan tetapi, di lain pihak, Islam mengajarkan agar selalu menghormati agama lain dalam hubungannya antar manusia. Ayat yang paling populer yang menyatakan hal ini adalah : "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku" (Al-Kaafirun [109] : 6) dan "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat ..." (Al-Baqarah [2] : 256)
Di ayat lain di tegaskan, "Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka." (Al Kahf [18] : 29).
Mengenai hal ini, bahkan Allah telah mengingatkan dan memberikan teguran kepada kaum muslimin agar tidak memaksakan Islam kepada penganut agama lain, dengan mengatakan : "Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" (Yunus [10] : 99)
Dan di surah Al-An'aam ayat 107 Allah juga menyatakan, "Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak memperkutukan(Nya). Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka; dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka."
Jadi walaupun hanya Islam agama yang diridhai disisi Allah, umat Islam dilarang untuk memaksakan Islam kepada orang lain. Jika Allah menghendaki, Allah tentu saja mampu membuat semua orang menjadi muslim, akan tetapi Allah memberikan manusia kehendak bebas untuk memilih. Dengan potensi akal dan hati yang dimiliki oleh manusia, Allah memberikan pilihan, dimana nantinya pilihan tersebut akan dipertanggung jawabkan oleh masing-masing individu, karena sesungguhnya telah jelas mana yang benar dan mana yang salah. Jadi, Islam mengajarkan untuk membiarkan pemeluk agama lain, dan tidak memaksakan kepercayaan kepada mereka.
Lebih jauh, Allah juga menegaskan agar seorang muslim haruslah berlaku adil dalam kondisi apapun dan kepada siapapun, muslim maupun yang bukan muslim. Kebencian kita terhadap suatu kaum tidak dapat menjadi alasan dan pembenaran kira untuk berbuat tidak adil. Dalam surah Al-Maaidah ayat 8, Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Di surah Al-Mumtahanah [60] ayat 7 dan 8, Allah kembali menegaskan mengenai pentingnya berlaku adil dan berbuat baik kepada semua orang tanpa membeda-bedakan agama, dengan berfirman, "Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil".
"Tidak melarang" di sini merupakan suatu penegasan bahwa itu adalah keharusan, bukan pernyataan yang diartikan "karena tidak melarang, tadi kalau tidak dilakukan tidak apa-apa". Justru dengan ayat di atas menampik anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa Alah dan Islam tidak memperbolehkan berlaku adil kepada yang non-muslim. Dengan tegas Allah mengatakan bahwa Dia "tidak melarang berbuat baik dan berlaku adil" yang setara dengan "menyuruh untuk berbuat baik dan berlaku adil".
Bahkan Allah melarang kaum muslimin untuk menghina tuhan-tuhan yang disembah oleh pemeluk agama lain. Di dalam surah Al-An'am ayat 108 Allah menyatakan, "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan". Allah mencegah kaum muslimin untuk semakin menjerumuskan pemeluk agama lain ke dalam dosa, yang akibatnya pun dapat menimbulkan pertentangan yang berkepanjangan, yang akhirnya dapat menjerumuskan kaum muslimin sendiri kedalam dosa.
Sikap memaafkan sangat ditekankan Islam. Bahkan kepada penganut agama lain yang selalu berupaya untuk memurtadkan umat Islam, selama mereka tidak memerangi kaum muslimin secara fisik, kaum muslimin dianjurkan untuk memaafkan, "Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah [2] : 109)
Islam juga mengajarkan untuk tidak melakukan debat kusir, karena dapat menjerumuskan kepada pertentangan yang lebih dalam. Al-Qur'an menyatakan dalam surah Al-Kahf ayat dua puluh dua ketika membicarakan perihal orang-orang yang melakukan debat kusir, "Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka."
Jadi bertoleransi terhadap sesama manusia sangat ditekankan di dalam Islam dan telah dinyatakan di banyak tempat di dalam Al-Qur'an. Terhadap pemeluk agama lain kita harus bersikap baik dan adil, tidak bersifat provokatif dan menghindari debat yang tidak perlu dengan mereka untuk menghindari perpecahan, dan selalu bersikap sabar namun waspada, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur'an : "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (waspada) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung...." (Ali Imran [3] : 200)
Terakhir diingatkan, jika Islam mengatakan bahwa setiap orang bebas memilih dan memeluk agama yang diyakininya tanpa paksaan, akan tetapi bagi orang yang telah memilih Islam sebagai agamanya, maka baginya ada aturan dan kewajiban yang sifatnya mengikat, sebagaimana di tegaskan, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (Al-Baqarah [2] : 208)
wallahu a'lam