Friday, February 24, 2012

Matahari dan Bulan Mengelilingi Bumi Menurut Al-Qur'an ?

"Apakah Al-Qur'an mengajarkan bahwa tata surya itu geosentris ?" wajar di pertanyakan mengingat banyaknya ayat di dalam Al-Qur'an bahwa matahari, bulan, dan bintang "beredar", tetapi sepertinya tidak ada satupun ayat yang mengatakan dengan jelas bahwa bumi beredar. Jadi, apakah Al-Qur'an menyatakan bahwa tata surya kita itu geosentris, dimana bumi menjadi pusatnya dan matahari, bulan, dan benda langit lainnya mengelilingi bumi? Sementara ilmu pengetahuan saat ini menyatakan bahwa bumi mengelilingi matahari, dan matahari pun beredar bersama-sama galaksi. Manakah yang harus lebih kita percayai, wahyu ataukah ilmu?

Terlebih lagi Al-Quran diturunkan pada masa dimana mayoritas penduduk dunia menganggap bahwa bumi itu tetap, diam, tak bergerak dan matahari serta bulan beredar mengelilingi bumi ke atas dan ke bawah bumi,karena seperti itulah yang terlihat dan dirasakan oleh orang-orang di bumi. Pernyataan bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari pada saat diturunkannya Al-Qur’an, tentu saja akan menimbulkan bahan olok-olokan terhadap Islam, dan bahkan kecaman dari beberapa kalangan ahli kitab.

"Bumi bergerak? Apakah kau merasa bumi ini bergerak? Ide yang bodoh. Jelas-jelas kita melihat matahari terbit di timur, bergerak ke atas dan tenggelam di barat, setelah itu bulan muncul seperti halnya matahari", mungkin seperti itulah tanggapan orang-orang terdahulu tentang ide heliosentris ataupun ide bahwa bumi, bulan, bintang, dan bahkan matahari bergerak di orbitnya masing-masing dan bahwa bumi mengelilingi matahari.

Muslim percaya dan tidak membantah bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang Maha Sempurna, yang karenanya, isinya tidak perlu dipertanyakan lagi kebenarannya. Di sisi lain, setiap muslim pun percaya bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah dengan ilmu, menjelaskan dan membenarkan tanda-tanda Allah yang tersebar di alam. Jadi, bagi muslim, hanya ada dua kemungkinan, Al-Qur’an membenarkan bahkan mendahului ilmu pengetahuan, ataukah ilmu pengetahuan yang salah.

Sekarang mari kita lihat, benarkah Al-Qur'an menyatakan bumi itu pusat tata surya? Berikut adalah beberapa ayat yang menyatakan peredaran matahari dan bulan :
[36:37] Dan suatu tanda bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.
[36:38] dan matahari berjalan ditempat peredarannya.Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
[36:39] Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua
[36:40] Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya
Dari surah Yaasiin ayat 37-40 di atas, dapat diambil kesimpulan :
  1. Allah menggunakan bahasa menanggalkan siang dari malam, menandakan bahwa sesungguhnya alam semesta itu didominasi oleh malam (gelap), dan siang itu adalah sesuatu yang "ditempelkan" kepada kegelapan (malam) itu. Menanggalkan pigura dari tembok, berarti yang dominan adalah temboknya dimana piguranya sebelumnya ditempelkan di tembok.
  2. Matahari pun berrevolusi (berjalan) mengitari orbitnya sendiri, mengitari pusat dari galaksi, menuju "tempat peristirahatannya". "Limustaqarrin Laha" yang diartikan "di tempat peredarannya" yang secara literal berarti "menuju (tempat/waktu) yang telah ditentukan" berarti pula "menjadi keadaan stabil/tetap" atau "menuju tempat peristirahatan/pemberhentiannya". Garis edar sendiri bahasa arabnya adalah "falak". Ayat ini ingin menunjukkan bahwa matahari beredar "sampai waktu yang ditentukan, ketika telah sampai ke tempat peristirahatannya atau dalam kondisi stabil/tidak bergerak lagi".
  3. Penetapan manzilah-manzilah bagi bulan, hanya dapat dilakukan apabila bumi juga berotasi serta berevolusi  dan bulan juga mengelilingi bumi, akan dipaparkan di bawah insya Allah.
  4. Orbit (falakin) yang berbeda antara matahari dan bulan (masing-masing).
  5. Garis edar matahari dan bulan tidak terkait dengan pergantian siang dan malam, sehingga Allah menyatakan dua hal sebagai penegasan "Tidak mungkin matahari mendapatkan bulan" karena masing-masing memiliki garis edar yang berbeda, matahari mengelilingi galaksi, bulan mengelilingi bumi, dan "malam tidak dapat mendahului siang", karena bumi berbentuk bulat dan berputar. Matahari dan bulan mungkin saja sejajar, tetapi tetap "matahari tidak mungkin mendapatkan bulan".
Dalam kaitannya dengan pernyataan peredaran matahari dan bulan, Allah selalu menyertakan malam dan siang bisa jadi dengan maksud (wallahu a'lam) :
  1. Agar peredaran matahari dan bulan tidak disamakan dengan pergantian malam dan siang, karena matahari beredar tidak mengelilingi bumi, akan tetapi sebaliknya bumi yang mengelilingi matahari, sehingga penyertaan siang dan malam itu sebagai penegasan bahwa "peredaran matahari dan bulan" dan "pergantian malam dan siang" adalah dua hal yang berbeda.
  2. Penggunaan kata "malam dan siang" (laila wan nahaar), dimana kata "malam" selalu disebutkan lebih dulu daripada "siang", menandakan bahwa malam lebih dulu diciptakan daripada siang, sebagaimana matahari diciptakan terlebih dahulu daripada bulan, menurut Al-Qur'an, karena kata "matahari" selalu disebut lebih dahulu daripada "bulan", dengan pengecualian surah Nuh ayat 16, namun dalam konteks dan objek yang berbeda, yang akan dijelaskan kemudian di bawah, insya Allah.
  3. Selain itu penggunaan kalimat "malam dan siang", bukannya "siang dan malam", dimaksudkan agar tidak dapat dipasangkan dengan "matahari dan bulan", apabila seseorang melihat kedua kalimat tersebut dari segi urutan kata-katanya, sehingga semakin jelas bahwa "peredaran matahari dan bulan" berbeda dengan "pergantian malam dan siang", karena matahari yang selalu lebih dulu disebut daripada bulan, hal ini berbeda dengan malam (yang berasosiasi dengan bulan / gelap) yang disebut lebih dulu daripada siang (yang berasosiasi dengan matahari / terang).
  4. Ayat-ayat lain yang menyebutkan mengenai beredarnya matahari dan bulan, yang dapat kita lihat selalu pula disebutkan "malam" dan "siang", juga dimaksudkan agar orang-orang dapat mengerti bahwa "peredaran matahari dan bulan" dan "malam dan siang" merupakan dua hal yang berbeda . Ayat-ayat itu adalah Q.S 14:33, 21:33, 31:29, 35:13, dan 39:5 .
Sekarang kita lihat di ayat yang lain :
[13:2] Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.
"masing-masing beredar" adalah terjemahan dari "wa kullun yajri". Lihat penggunaan kata "kullun" disini, yang berarti "semua" (indefinite). Perhatikan bagaimana Al-Qur'an menggunakan bentuk indefinite "kullun" (tidak mengacu secara spesifik kepada objek tertentu), bukannya kata indefinite "killahunna" yang berarti "keduanya". Al-Qur'an ingin mengatakan bukan hanya matahari dan bulan yang beredar, tapi semua yang ada di alam semesta, dilangit, itu beredar. Matahari, bumi, bulan, planet-planet dan bintang-bintang semuanya beredar. Kata "kullun" ini dipakai di semua ayat yang menyatakan peredaran matahari dan bulan seperti di surah Yaasiin (36) ayat 40 diatas, diikuti pula kata benda/sifat/keterangan bentuk indefinite, seperti kata "musamman" yang berarti "ditentukan" merupakan bentuk indefinite, yang berarti tidak terbatas pada matahari dan bulan.


Rotasi dan Revolusi Bumi dalam Al-Qur'an

Mengenai pernyataan Al-Qur’an tentang apakah bumi berotasi dan berevolusi, atau dengan kata lain bergerak, marilah kita lihat surah Luqman ayat 29, dimana Allah berfirman :
[31:29] Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Perhatikan kata-kata “memasukkan (yuuliju)” malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam menandakan bahwa bumi berotasi. Sebagian bagian bumi yang mengalami siang "dimasukkan" ke daerah yang membelakangi matahari sehingga mengalami malam dan demikian pula sebaliknya. Itu sebabnya Al-Qur'an menggunakan kata "memasukkan (yuuliju)" untuk mendiskripsikan pergantian siang dan malam.

Di surah an-Naml ayat 88 Allah berfirman :
[27:88] Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Al-Qur'an adalah sejak 14 abad yang lalu menyatakan bahwa gunung-gunung itu tidaklah diam, akan tetapi bergerak sebagaimana yang disebutkan dalam ayat diatas. Surah An-Naml (27) ayat 88 di atas menjelaskan dua hal. Pertama, gunung-gunung dihasilkan oleh lempengan-lempengan tektonik bumi, dimana lempengan-lempengan itu terus bergerak. Sesuatu yang baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah turunnya Al-Qur'an. Kedua, Gunung-gunung sebagai hasil dari pergerakan dan tumbukan lempengan-lempengan tektonik bumi, dimana kokoh dan diam, yang dalam hal ini merepresentasikan tanah dan bumi itu sendiri dikatakan bergerak "sebagaimana jalannya awan".

Awan, di ketinggian tertentu dari permukaan bumi, dalam hampir semua kasus selalu bergerak dari barat ke timur, dengan pengecualian di daerah equatorial dan kutub dimana terkadang awan bergerak dari timur ke barat. Hal ini dikarenakan karena rotasi bumi yang juga dari barat ke timur. Maka ayat ini juga menerangkan bahwa bumi bergerak dan arah pergerakannya (rotasi-nya) adalah yang "sebagaimana jalannya awan", yaitu dari barat ke timur. Meskipun lempengan-lempengan tektonik yang mana membentuk gunung-gunung itu sendiri bergerak tidak selalu dari barat ke timur, namun gunung-gunung yang kokoh sebagai hasil dari tabrakan lempengan-lempengan ini bergerak dari barat ke timur, yang mana merepresentasikan bumi itu sendiri, bergerak dari barat ke timur sebagai akibat dari rotasi bumi.

Sekarang mari kita lihat surah Al-Furqaan ayat 45 berikut :
[25:45] Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari atas bayang-bayang itu sebagai petunjuk (syamsa 'alaihi daliilan)
[25:46] kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami dengan tarikan yang perlahan-lahan.
Perhatikan kalimat "Kami jadikan matahari atas bayang-bayang itu sebagai petunjuk (syamsa 'alaihi daliilan)". Sesuatu yang dijadikan sebagai petunjuk/patokan (dalil dalam bahasa arab) adalah sesuatu yang tetap, relatif terhadap objek yang dimaksud. Jika seseorang berkata "Kamu pergilah kesana, petunjuk bahwa kamu sudah sampai adalah kamu melihat ada pohon jambu yang besar disamping rumah berwarna merah" disini "pohon jambu yang besar disamping rumah berwarna merah" adalah petunjuk, sesuatu yang secara relatif diam terhadap orangnya. Atau jika seseorang mengatakan "Mobil berkecepatan 100 km/jam" berarti mengacu terhadap sesuatu yang secara relatif diam terhadap mobil tersebut. Atau jika seseorang berkata "kita membutuhkan dalil yang kuat untuk masalah ini", maka dalil yang dimaksud adalah sesuatu petunjuk yang tetap terhadap masalah, tidak berubah-ubah. Jadi suatu dalil (petunjuk) adalah tetap relatif terhadap objek yang menggunakan dalil tersebut.

Lihatlah bagaimana Allah melakukan pemilihan kata, agar menjadi suatu kalimat yang diterima pada masa itu, diterima pula pada masa sekarang, dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya segala ilmu datangnya dari Allah.

"Dan kalau Allah menghendaki niscaya dia menjadikan tetap bayang-bayang itu ... kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami sedikit demi sedikit". Posisi bumi dalam mengitari matahari mengikuti orbit yang elips dengan posisi tidak tegak lurus terhadap matahari. Ayat ini mengindikasikan pula bahwa bumi berrevolusi terhadap matahari dengan posisi yang tidak tegak lurus dan tidak tetap, sehingga ada kalanya bayang-bayang di jam yang sama menjadi lebih pendek atau lebih panjang, tergantung pada musim yang terjadi. Kalau Allah menghendaki, Allah menjadikan bayang-bayang itu tetap panjangnya di jam yang sama, akan tetapi Allah menghendaki lain.

Di dalam surah An-Naba' (78) ayat 6, Allah berfirman :
[78:6] Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan ?
Hamparan disini adalah terjemahan dari "mihaadan" dimana arti kata "mihaadan" ini adalah "tempat beristirahat" atau "ayunan/buaian (cradle)", dari akar kata "al-mahd". Di terjemahkan sebagai "hamparan" kemungkinan dengan mengambil akar kata "madaad" yang dipakai di ayat lain dengan arti "hamparan". Penggunaan kata mihaadan sebagai "tempat beristirahat" dapat dilihat di ayat lain di dalam Al-Qur'an yaitu di dalam Q.S 7:41, 13:18, 38:56, 3:197. 3:12, dan 2:206.

Yang menarik adalah penggunakan "mihaadan" dengan artian ayunan/buaian, dimana kata yang sejenis digunakan di dalam surah Maryam ayat 29 :
[19:29] maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"
Disini Al-Qur'an menggunakan mihaadan dalam bentuk tunggalnya yang di artikan ayunan atau buaian. Buaian atau ayunan untuk anak bayi biasanya di buat bergoyang ke kiri dan ke kanan, sehingga sang bayi pun merasa nyaman dan tertidur. Demikianlah Al-Qur'an mendeskripsikan bumi seolah-olah berada dalam ayunan/buaian, sehingga surah An-Naba' ayat 78 dapat di terjemahkan "Bukankah kami telah menjadikan bumi itu seperti ayunan/buaian ?"

Fakta ilmu pengetahuan mengatakan bahwa dalam perputaran bumi mengelilingi sumbunya dan matahari tidak tegak lurus melainkan miring dan tidak tetap, bergerak kadang menjauhi kadang mendekati sumbu tegak lurus orbitnya. Fakta yang baru-baru saja diketahui ini sudah disebutkan di dalam Al-Qur'an 14 abad yang lalu.



Bahkan di ayat selanjutnya Allah menyatakan dalam Al-Qur'an :
[78:7] dan gunung-gunung sebagai pasak ?
Di sini Allah menyatakan bahwa gunung-gunung di jadikan di bumi sebagai dan seperti pasak. Tentunya timbul pertanyaan, apa tujuannya Allah menjadikan gunung sebagai pasak? Mengenai hal ini Allah menjelaskan di ayat yang lain :
[16:15] Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu ...
[31:10] Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu ...
Jadi salah satu fungsi dijadikan gunung-gunung di bumi adalah sebagai penyeimbang, menstabilkan rotasi bumi, yang bersama-sama dengan gravitasi bumi, mengakibatkan goyangan akibat rotasi bumi tidak dirasakan oleh manusia, sehingga manusia di bumi tetap merasakan bahwa bumi itu "datar" dan "diam", tidak ikut menggoyangkan manusia yang hidup di permukaannya. Demikianlah ketetapan Allah, Tuhan semesta alam.

[21:31] Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu tidak goncang bersama mereka ...
[50:7] Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh ...
Di dalam surah Al-Anbiyaa (21) ayat 31 dan surah Qaf (50) ayat 7 di atas, "gunung-gunung yang kokoh" adalah terjemahan dari "rawasiya". Gunung sendiri dalam bahasa arab adalah "jabal" atau "jibala". Rawasiya merupakan turunan dari arsa yang berarti kokoh atau stabil, dalam bentuk partisipal aktif-nya sering diartikan gunung-gunung. Dengan demikian rawasiya sendiri dapat diartikan sebagai pengokoh, penstabil, atau gunung-gunung penstabil/pengokoh.

"Dan telah Kami jadikan di bumi ini (gunung-gunung) penstabil supaya bumi itu tidak goncang bersama mereka ...", sekali lagi dikarenakan karena salah satu fungsi gunung-gunung adalah sebagai penyeimbang, menstabilkan rotasi bumi, yang bersama-sama dengan gaya gravitasi bumi, mengakibatkan goyangan dan putaran akibat rotasi bumi tidak dirasakan oleh manusia. Dengan jelas dalam Q.S 16:15, 31:10, dan 21:31 di sebutkan bahwa bumi itu sebetulnya bergerak, bergoyang dan bergoncang, akan tetapi Allah menciptakan gunung-gunung sehingga pergerakan bumi itu mencapai gaya dan kecepatan yang sesuai dan stabil sehingga manusia yang tinggal di permukaannya tidak merasakan goyangan itu.

Hal lain yang dikatakan Al-Qur'an adalah mengenai peredaran bulan, seperti yang difirmankan Allah dalam surah Yaasiin ayat 36 di atas :
[36:39] Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua
" 'urjuuni" disini di artikan sebagai "tandan" dimana arti sebenarnya adalah "batang pohon kurma". Penterjemahan kata-perkata dari ayat di atas adalah "dan bulan telah kami tetapkan baginya fasa-fasa sampai dia kembali lagi (berulang-ulang), seperti halnya batang pohon kurma yang tua (kal 'urjuuni al qadiimi)".

Pernyataan Al-Qur'an mengenai "kal 'urjuuni al qadiimi" disini patut di cermati, karena orbit bulan, baik dalam paham geosentris maupun heliosentris harusnya adalah berbentuk lingkaran atau elips, tetapi di sini dijelaskan bahwa bagi bulan sudah di tetapkan fasa-fasa (bulan mati, bulan baru, bulan sabit, purnama) dan terus berulang, seperti halnya batang pohon kurma yang tua, yang juga menjelaskan bahwa bumi sebenarnya berotasi dan beredar mengelilingi matahari, karena fasa-fasa bulan akan menjadi seperti "batang pohon kurma" hanya terjadi jika bumi bergerak.

Gambar di bawah akan menjelaskan, betapa ayat ini tidak hanya membuktikan bahwa bumi dan bulan berotasi, akan tetapi bumi yang diiringi oleh bulan pun berrevolusi mengelilingi matahari. 


[70:40] Maka aku bersumpah dengan Tuhan Yang memiliki (semua) timur (masyaariq - plural) dan (semua) barat (maghaaribi - plural), sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.
Seperti yang telah dijelaskan di postingan "Bumi itu Datar Menurut Al-Qur'an ? (klik disini untuk baca)", bahwa adanya banyak barat dan banyaknya timur pada ayat ini menandakan bahwa bumi itu bulat. Akan tetapi dijelaskan pula di postingan tersebut bahwa dalam bahasa Arab, masyaariq dan maghaaribi selain berarti sebagai "timur" dan "barat" juga berarti "tempat terbit matahari" dan "tempat terbenam matahari", sehingga ayat ini pun menyatakan bahwa bumi dalam melakukan rotasi (yang menyebabkan matahari terbit dan terbenam , seperti “yang terlihat” dari bumi) tidak tegak lurus, melainkan condong atau miring dari sumbu tegak lurus.

Ilmu pengetahuan membuktikan bahwa bumi berotasi dalam sudut 23,5 derajat dari sumbu tegak lurus, kadang bagian utara bumi mendekati matahari, kadang bagian selatan bumi yang mendekati matahari (seiring dengan perubahan musim, karena kecondongan bumi terhadap matahari untuk suatu tempat kadang mendekati dan menjauhi matahari). Hal ini membuat titik terbit dan terbenam matahari selalu berbeda-beda bagi orang-orang yang berada di utara dan selatan ekuatorial (khatulistiwa), terutama pada musim yang berbeda dan selalu tetap bagi orang berada di sekitar daerah ekuatorial. Hal ini juga membuat tidak hanya tempat, waktu terbit dan terbenamnya pun berbeda-beda di setiap tempat dan setiap hari, dan semuanya diungkapkan Al-Qur'an dengan kata masyaariq dan maghaaribi yang merupakan bentuk plural atau jamak. Masyaariq dan maghaaribi hanya dapat ada apabila bumi itu bulat, berotasi, berrevolusi dan lebih spesifik lagi dalam sudut yang miring, tidak tegak lurus.

Jadi, Al-Qur'an menggunakan gaya bahasa dan perumpamaan yang dapat diterima oleh orang-orang pada masanya, akan tetapi sejalan dengan ilmu pengetahuan dan akan dapat dibuktikan kebenarannya yang tersirat berabad-abad setelah Al-Qur'an diturunkan.


Surah Asy-Syams ayat 1 dan 2 menyatakan geo-sentris ?

"Tunggu dulu, bagaimana dengan Asy-Syams ayat 1-2 ?", sebagian orang mungkin menanyakan hal tersebut. "Bukankah jelas-jelas dikatakan bahwa bulan mengiringi matahari? berarti matahari beredar yang diikuti dengan bulan, yang berarti mendukung dan menyatakan mengenai geosentris ?"

Menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat surah Asy-Syams ayat 1-2 :
[91:1] Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
[91:2] dan bulan apabila mengiringinya,
Dari kedua ayat tersebut dapat dijelaskan :
  1. Sekali lagi ditegaskan bahwa tidak disebutkan bahwa yang dikelilingi adalah bumi, bahkan tidak ada kata-kata mengelilingi ataupun bumi dalam kedua ayat ini. Sebagai ayat yang diturunkan 14 abad yang lalu, kedua ayat ini tampak masuk akal, karena sebetulnya itulah yang terlihat dari bumi. Bulan mengiringi matahari setelah datangnya malam. Namun itu adalah pengertian berdasarkan pengamatan mata, yang mana dapat diterima orang 14 abad yang lalu.
  2. Kata "mengiringi" adalah terjemahan dari "talaha" dengan asal kata "tala" yang berarti "mengikuti", atau "bergantung pada". "Tala" ini memiliki akar kata "talaw" (ta lam waw) yang berarti "membaca dan memperdengarkannya (recite)", dimana kata dengan akar kata "talaw" ini digunakan tidak kurang dari 60 kali dalam Al-Qur'an.
  3. Bulan adalah sesuatu yang "mengikuti" matahari. Sedangkan jika kita lihat di ayat lain dijelaskan bahwa orbit bulan berbeda dengan matahari, dan orbit bulan berbentuk seperti batang kurma yang tua, dimana bulan bersama-sama dengan bumi mengelilingi matahari. Ayat ini ternyata mengandung kebenaran ilmiah, dimana dibuktikan dengan ilmu pengetahuan saat ini yang menyebutkan bahwa bulan cenderung "mengikuti" matahari dikarenakan gaya tarik matahari, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :
  4. Diketahui saat ini bahwa bulan sebenarnya ber-"talaha" yaitu "membaca" sinar matahari dan "memperdengarkannya" kepada bumi. Cahaya yang dimiliki bulan merupakan pantulan dari cahaya matahari. Itulah juga yang menyebabkan Al-Qur'an mengatakan bahwa matahari "bersinar (dhiyaan)" dan bulan "bercahaya (nuur)", karena "bersinar" berarti memiliki sumber cahaya sendiri, sedangkan "bercahaya" bergantung pada objek lain yang memiliki sinar. 
[10:5] Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (dhiyaan) dan bulan bercahaya (nuuran)
Mengenai point 4 di atas, lebih lanjut dijelaskan di surah Nuh (71) ayat 16.
[71:16] Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya (nuuran) dan menjadikan matahari sebagai pelita (sirajan) ? 
Dalam ayat ini bulan di sebutkan lebih dulu sebelum matahari bukan berarti bulan lebih dulu ada daripada matahari karena konteksnya tidak demikian. Terjemahan literal kata per kata ayat di atas adalah "dijadikan bulan baginya cahaya dan dijadikan matahari sebagai lampu (bagi cahaya bulan)". Jadi ayat ini bukan berfokus kepada bulan itu sendiri , akan tetapi berfokus kepada cahaya bulan (light of the moon) tersebut, dimana dikatakan bahwa untuk bulan, Allah jadikan baginya cahaya, tapi cahaya itu berasal dari sumber lain, yaitu matahari yang berfungsi sebagai lampu (sirajan di sini secara literal, menurut Arabic-English Lane's Lexicon, memiliki arti "lampu"). Jika "matahari sebagai lampu" disebut terlebih dahulu, menjadikan ayat ini hanya menginformasikan bahwa "matahari bersinar" sebagaimana surah 10 ayat 5. Akan tetapi dengan disebutkannya "matahari sebagai lampu" setelah "dijadikan bagi bulan cahayanya", menginformasikan bahwa cahaya bulan ini berasal dari "sang lampu", bukan berasal dari dirinya sendiri. Jadi ayat ini menegaskan lebih jauh point 4 di atas bahwa sebetulnya bulan itu ber-talaha.

Sebagai penutup : Bukan cuma menyatakan bahwa bumilah yang mengelilingi matahari, Al-Qur'an pun mengatakan bahwa matahari pun beredar di orbitnya, mengelilingi pusat galaksi, sebagaimana benda-benda lain pun beredar. Dan ini juga termasuk galaksi pun beredar orbitnya sendiri , wallahu a'lam.
[35:41] Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap (tazula); dan sungguh jika keduanya akan lenyap (zalata) tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
"Tazula" atau "zalata" memiliki asal kata "zala" yang artinya "menyimpang dari keadaan bergerak" atau "menjadi bergerak tidak teratur dari sebelumnya dalam keadaan bergerak yang teratur", menandakan bahwa sesungguhnya langit (matahari, planet, bulan, bintang) dan bumi, pun bergerak sesuai dengan orbit yang ditentukan masing-masing oleh Allah.

Kalaupun ada ayat-ayat di dalam Al-Qur'an yang menyatakan matahari terbit dari timur (dalam kisah nabi Ibrahim menghadapi orang-orang kafir, Q.S 2:258), atau tempat terbenamnya matahari serta melihat matahari terbenam (dalam kisah zulkarnain, Q.S 18:86), Al-Qur'an menggambarkan bahwa itulah yang dirasakan oleh orang-orang yang menjadi objek pengisahan itu (dalam hal ini nabi Ibrahim dan Zulkarnain), dan bahkan itulah yang dirasakan semua orang dibumi, "matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat", akan tetapi tidak menyatakan bahwa matahari mengelilingi bumi. Bukankah kita di sekolah diajarkan bahwa "matahari terbit ditimur dan tenggelam di barat" ? Istilah "matahari terbit" atau "matahari terbenam" pun kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, walaupun kita tahu (dan telah diajarkan) bahwa sebetulnya bumi yang berotasilah yang menyebabkan hal tersebut. "Wajadaha" yang diartikan dalam terjemahan indonesia sebagai "melihat" atau "mendapati" adalah kata yang digunakan dalam Quran dalam kisah Zulkarnain di Q.S 18:86, dan "yati" yang diartikan dalam terjemahan indonesia sebagai "menerbitkan" dalam kisah Ibrahim di Q.S 2:258, keduanya adalah kata kerja yang mengacu kepada apa yang dirasakan oleh manusia, apa yang "terlihat". Jika sebuah website atau surat kabar atau buku menuliskan "matahari terbit pada jam yy:yy" atau "matahari akan terbenam pada jam yy:yy", apakah website, surat kabar, atau buku tersebut salah dan tidak ilmiah ? Tentu saja tidak, akan tetapi itu adalah istilah yang sudah biasa digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Mengenai hadist nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang mengatakan bahwa matahari berjalan sampai ke tempat beredarnya di bawah Arsy, kemudian bersujud dan setelah memperoleh ijin Allah kembali terbit dari tempat terbitnya, sehingga banyak yang megatakan berdasarkan hadis ini Islam mengajarkan bahwa matahari mengelilingi bumi, dapat di baca di dalam postingan "Nabi Berkata di Dalam Hadis Bahwa Matahari Mengelilingi Bumi ? (klik disini untuk baca)"

Sekali lagi perumpamaan-perumpamaan dibuat oleh Allah agar manusia mau berpikir, karena potensi terbesar yang diberikan kepada manusia adalah akal pikiran untuk dapat memahami tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan Allah.
[29:43] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya

(dari berbagai sumber)

Narrated Abu Huraira:
I heard Allah's Apostle saying, "I have been sent with Jawami al-Kalim (i.e., the shortest expression carrying the widest meanings), and I was made victorious with awe (caste into the hearts of the enemy), and while I was sleeping, the keys of the treasures of the earth were brought to me and were put in my hand." Muhammad said, Jawami'-al-Kalim means that Allah expresses in one or two statements or thereabouts the numerous matters that used to be written in the books revealed before (the coming of) the Prophet .
(Translation of Sahih Bukhari, Volume 9, Book 87, Number 141)

untuk melihat dan mencari ayat-ayat Quran dapat melalui http://www.quranplus.com/
panduan kata per kata dapat menggunakan http://corpus.quran.com/wordbyword.jsp


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...